FENOMENA KENAKALAN REMAJA
A. PENDAHULUAN
Masalah
sosial yang dikategorikan dalam perilaku menyimpang salah satunya adalah
kenakalan remaja. Banyak hal yang dapat mendorong remaja untuk melakukan
kenakalan, salah satunya yaitu penggunaan waktu luang yang tidak dimanfaatkan
dengan baik, sehingga sangat memberi peluang besar bagi remaja untuk melakukan
perilaku-perilaku yang menyimpang.
Fenomena
kenakalan remaja dewasa ini dapat dikembalikan kepada ketiadaan pembinaan
generasi-generasi muda baik sejak awal perkembangannya maupun dalam proses
dewasa (Simandjuntak, 1975). Sehingga semua tingkah laku yang dilakukan remaja
tidak ada yang mengontrol, masalah ini sangat penting untuk dipikirkan dengan
sungguh-sungguh, baik pengertiannya, sebab-sebabnya, maupun upaya apa untuk
menanggulangi kenakalan remaja ini.
Kesulitan
mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, kebingungan, kecemasan bagi
remaja. Peran keluarga adalah salah satu cara agar anak tidak melakukan hal-hal
yang menyimpang, begitupun sebaliknya kurangnya peran orang tua terhadap anak
maka sebagai dampaknya anak lalu mengembangkan pola tingkah laku menyimpang
dari norma-norma umum dengan jalan berbuat semau sendiri dan kepentingan
pribadi, kemudian mengganggu dan merugikan pihak lain. Dengan demikian
usaha-usaha untuk menanggulangi kenakalan remaja yang semakin tidak dapat
dikendalikan harus tetap diupayakan dari sekarang, agar kenyamanan dapat terwujud dalam masyarakat.
Pentingnya
norma-norma yang telah dibuat tidak lain karena banyak perilaku-perilaku yang
menyimpang terjadi dimasyarakat yang berkaitan dengan kenakalan remaja itu
sendiri, dengan jenis dan ragam kenakalan yang berbeda-beda, tidak mudah untuk
mengatasinya. Bimbingan dan arahan yang baik merupakan salah satu cara untuk
pendekatan kepada anak itu sendiri, sehingga sedikit demi sedikit anak akan
terarah pada jalan yang benar.
B. PEMBAHASAN
Istilah
kenakalan remaja merupakan pemakaian kata lain dari istilah kenakalan anak
sebagai terjemahan dari “juvenile delinguency”. Menurut Simandjuntak,
sebagaimana dikutip Sudarsono (1991), pengertian “juvenile delinguency” ialah
suatu perbuatan itu disebut delinguent apabila perbuatan-perbuatan tersebut
bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup.
Pandangan dari masyarakat tentang perilaku yang bertentangan dengan norma-norma
tersebut, banyak ditujukan bagi mereka yang kurang bisa beradaptasi dengan
lingkungan yang ada.
Masa
remaja merupakan rentangan usia yang diliputi oleh ketidak stabilan jiwa anak,
oleh karena itu berkaitan erat dengan “junele delinguency”. Kaitan dengan
psikologis tersebut sejalan dengan kondisi lingkungan, kondisi lingkungan
tersebut dapat bermula dari intern lingkungan keluarga, proses pendidikan
disekolah dan kelompok social. Lingkungan terdekat (keluarga) sebagai ajang
hidup anak-anak yang ditandai dengan ketidak-harmonisan keluarga, kaitan lain
adalah pergaulan yang tidak sehat dengan teman-teman sebaya, pendidik dan semua
pihak yang terlibat dalam ikatan formal proses belajar mengajar disekolah, juga
dierkuat oleh kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Sudarsono, 1991).
Secara tidak langsung lingkungan terdekat sebagai tempat awal bagi remaja
mendapat pengaruh baik atau buruk dalam tingkah laku mereka.
Tingkah
laku delinkuen itu pada umumnya merupakan
kegagalan system control diri terhadap impuls-impuls yang kuat,
impuls-impuls yang kuat itu kemudian disalurkan lewat perbuatan kejahatan,
kekerasan, dan agresi keras yang dianggap mengandung nilai lebih oleh
anak-anak remaja tadi. Karena itu mereka
merasa perlu memamerkan energi dan semangat hidupnya dalam wujud aksi bersama
atau perkelahian missal. Oleh perasaan senasib sepenanggungan, anak-anak remaja
yang merasa tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari luar,
dan kemudian merasa tersisih dari masyarakat orang dewasa, sekarang merasa
berarti ditengah gangnya. Didalam gangnya itu anak mencari segala sesuatu yang
tidak mungkin mereka peroleh dari keluarga sendiri, mereka merasa tidak
dihargai, tidak menemukan kasih sayang dan posisi social yang mantap, serta
tidak menemukan ideal dan tujuan hidup yang jelas untuk melakukan aksi-aksi
bersama.
Hubungan
dengan orang tua dan saudara-saudara sendiri sangat longgar, sehingga mereka
merasa tidak betah tinggal dirumah, dengan begitu anak-anak remaja yang merasa
kesepian, marah, bingung serta sengsara batinnya itu, sebab merasa selalu
dihambat dan dihalang-halangi keinginannya untuk memainkan peranan social
tertentu, secara spontan diantara mereka saling membutuhkan. Anak-anak muda
yang merasa senasib sepenanggungan karena ditolak oleh masyarakat itu secara
otomatis menggerombol mencari dukungan moril guna memainkan peranan social yang
berarti, dan melakukan perbuatan spektakuler bersama-sama. Karena itulah
gerombolan anak muda ini senang berkelahi atau melakukan perang antar kelompok supaya lebih nampak dan
menonjolkan egonya. Perkelahian kelompok tersebut jelas akan memperkuat
kesadaran-kekamian, yaitu kesadaran menjadi anggota dari satu ingroup atau
keluarga baru dan memperteguh semangat kelompok (Kartini Kartono, 1998).
Kelompok
yang mereka buat ini lebih condong dan sering melakukan hal-hal yang tidak
sewajarnya dilakukannya. Dapat juga dikatakan bahwa banyak sekali anak yang
dibawah umur sudah mengenal perilaku-perilaku menyimpang, yang mereka anggap
perbuatan tersebut tidak melanggar hukum, seperti merokok, narkoba, freesex,
dan masih banyak lagi tindakan-tindakan kriminal lainnya.Fakta ini sudah tidak
dapat dipungkiri lagi.Hal ini semua bisa terjadi karena adanya faktor-faktor
kenakalan remaja, yaitu:
1. Kurangnya
kasih sayang orang tua.
2. Kurangnya
pengawasan orang tua.
3. Pergaulan
dengan teman yang tidak sebaya.
4. Peran
dari perkembangan iptek yang berdampak negatif.
5. Tidak
adanya bimbingan kepribadian dari sekolah.
6. Dasar-dasar
agama yang kurang.
7. Tidak
adanya media penyalur bakat dan hobinya.
8. Kebebasan
yang berlebihan.
9. Masalah
yag dipendam.
Dari
beberapa factor tersebut ada cara untuk mengatasi dan mencegah kenakalan
remaja, yaitu:
1. Perlunya
kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun.
2. Adanya
pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Contohnya: kita boleh saja
membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut
pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita perlu
memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus
melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut.
3. Biarkanlah
dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik
lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main
yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda,
maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dia
jalani.
4. Pengawasan
yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio,
handphone, dan lain-lain.
5. Perlunya
bimbingan kepribadian disekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak
menghabiskan waktunya selain dirumah.
6. Perlunya
pembelajaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi
tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.
7. Mendukung
hobi yang anak inginkan selama itu masih positif untuk dia.
8. Bisa
menjadi tempat curhat untuk anak yang nyaman, sehingga dapat membimbing anak
ketika ia sedang menghadapi masalah.
Secara
umum anak sangat membutuhkan bimbingan dan arahan dari orang yang lebih dewasa
darinya, tentunya yang sudah paham tentang kehidupan yang baik dilingkungan
masyarakat.Jadi ada interelasi internal dan eksternal dari bemacam-macam
variable yang membawa anak-anak kejalan terminal (Mc Cord dkk. 1959).
Variabel-variabel yang memberikan dampak buruk jahat itu dapat dikompensir oleh
peristiwa sebagai berikut:
1. Misalnya
daerah kumuh, kampung miskin, tetangga yang asusila, daerah yang cepat berubah
atau transisional dan lain-lain itu dapat dikompensir oleh keluarga yang
kohesif, penuh perhatian dan kasih sayang, serta akrab bergotong-royong.
2. Ayah
yang kejam suka mengabaikan anak laki-lakinya dapat dikompensir oleh sikap ibu
yang lembut penuh cita kasih, sehingga anak tidak menjadi delinkuen.
3. Tidak
konsekuen dalam mendidik anak maka timbullah kriminalitas anak remaja tersebut,
hal ini bisa dikompensir oleh disiplin yang diterapkan dengan baik. Bisanya,
antara ketiga peristiwa disebut diatas terdapat jalinan akrab yang bisa
mencetak anak-anak delinkuen atau justru memberantasnya.
Oleh
karena itu usaha preventif terhadap anak-anak jahat itu sangat bergantung pada
kondisi ketiga peristiwa diatas (Kartini Kartono, 1998). Pencegahan terhadap kenakalan remaja banyak
macamnya dan setiap individu berbeda caranya, oleh karena itu masih ada lagi
kenapa seseorang berusaha untuk bisa menghindari perilaku menyimpang ini. Ada
sebagian masyarakat merasa masih banyak lagi yang menyebabkan anak itu
melakukan sikap yang dianggap diluar norma-norma yang ada. Kenakalan remaja
dapat juga ditimbulkan oleh beberapa hal, diantaranya pengaruh kawan,
kekecewaannya itu diluapkan dengan menggunakan narkotik, obat terlarang, dan
lain sebagainya. Pengaruh kawan ini memang cukup besar, yang sering diumpamakan
sebagai segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun
itupun akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan
selembar kertas, kertas itupun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan
sedemikian besarnya pengaruh Pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian
seseorang ketika remaja khususnya. Untuk menghindari masalah yang akan timbul
akibat pergaulan hendaknya memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian
tanggung jawab rumah kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya
tidak dengan pemaksaan maupun mengada ada, sebab dengan memberi tanggung jawab
dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak “ kluyuran” dan sekaligus dapat
melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban dalam rumah.
Memberikan
pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak,
agar anak dapat memproleh pendidikan yang sesuai pilihkanlah sekolah yang
bermutu. Selain ituperlu dipikirkan pila latar belakang agama pengelola
sekolah, orang tua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si
anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan
dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orangtua, sebab meski ada
sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orang tuanya tersebut, tetapi
tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustasi
dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama
teman-temannya untuk bersenang-senang tanpa mengenal waktu, bahkan
memungkinkannya menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Kegiatan
di masa remaja didominasi pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan
urusan dirumah, selain itu mereka bebas tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang
tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk
mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan, apabila kegiatan itu
yang positif hal ini tidak akan menimbulkan masalah, jika melakukan yang
negative maka lingkungan juga akan terganggu. Hendaknya orangtua juga harus
memiliki waktu luang agar dimanfaatkan untuk berlibur bersama-sama. Disamping
itu orangtua memberi teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat
diperoleh dengan kerja dan keringat, mereka agar dilatih agar mempunyai sifat
tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir.Pemberian uang saku
hendaknya diberikan dengan dasar bijaksana jangan berlebihan, uang saku yang
diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulka masalah, yaitu anak
menjadi boros, anak tidak menghargai uang dan anak malas belajar sebab mereka piker
tanpa kepandaianpun uang gampang. Ini juga termasuk fenomena kenakaln remaja,
kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Banyak dijumpai pemandangan ditempat-tempat umum
para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya.
Pengertian pacaran pada era globalisasi informasi seperti ini sudah sangat
berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya di zaman ini
banyak remaja yang putus sekolah karena hamil.
C. SIMPULAN
Berdasarkan
uraian diatas, bahwa kenakalan remaja banyak sekali faktornya, yang akhirnya
membuat perilaku para remaja menjadi menyimpang dari norma-norma yang ada. Maka
perlu diketahui apa penyebab dan bagaimana cara menanggulanginya. Masalah
keluarga menjadi hal yang utama melatarbelakangi kenakalan remaja, karena
kurang kasih sayang dari orang yang ada didekatnya, sehingga anak didalam
keluarga merasa jauh dengan orangtuanya maupun dengan saudara-saudaranya.
Disamping itu remaja yang memiliki banyak waktu luang, seperti; mereka yang
tidak bekerja atau menganggur berkesempatan besar untuk melakukan kenakalan
atau perilaku yang menyimpang seperti halnya tawuran antar gang mereka. Semua
itu terjadi karena tidak ada yang mengontrol perilaku mereka. Orang tua sangat
besar pengaruhnya, disamping dari lingkungan itu sendiri, karena dari orang
tua, anak dapat merasakan kasih sayang yang lebih, maka dari itu diperlukan
kerjasama yang baik dengan orangtua.
D. SARAN
Masih sangat diperlukan tindakan-tindakan yang
dapat menanggulangi kenakalan remaja dizaman sekarag ini. Sebagai keperdulian
kita terhadap perilaku remaja yang menyimpang, hendaknya kita ikut menggerakkan
sikap kita dalam masyarakat. Sehingga kenakalan remaja sedikit demi sedikit
dapat teratasi. Oleh karena itu perilaku tersebut menjadikan pelajaran terhadap
perilaku menyimpangyang sudah terjadi, sekarang saatnya untuk menghindar dari
penyimpangan yang sudah diatur oleh norma-norma yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Edward Manopu. 2009. Kenakalan Remaja. www.EdwardManopu.wikimu.com 8 Mei
2010 pukul 21.30 WIB).
Habie. 2008. Kenakalan Remaja.
www.Habie.wordpress.com (5 Mei 2010 pukul 11.15 WIB).
Kartini
Kartono. 1998. Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Simandjuntak.
1975. Latar belakang Kenakalan Remaja. Bandung: Alumni.
Sudarsono.
1991. Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Komentar
Posting Komentar