PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
BAB
l
PENDAHULUAN
Allah
swt memberikan satu perintah diawali kenabian Nabi Muhammad saw dengan perintah
membaca, yang mana instrument membaca adalah mata, hati fikiran dan seluruh
panca indera bersatu untuk memahami isi bacaan tersebut. Objek bacaan dalam
konteks ini adalah apa yang diturunkanAllah swt yaitu Al-Qur’an sebagai kitab
hudan linnas[1].
Al-Furqon (pembeda yang hak dan yang bathil) dan menjadi pedoman hidup
manusia. Atau lebih universal lagi adalah ayat qauliyah (Al-Qur’an)
dan ayat kauniyah (alam semesta dan segala problematikanya). Karena ayat
ini turun ketika umat manusia berada pada jurang kejahiliyahan maka muncullah
kerisauan Nabi Muhammad saw dan memunculkan suatu perasaan empatik sosial untuk
merubahnya.
Maka
awal dari perubahan adalah dari proses empati terhadap keadaan sosial, kemudian
berfikir dan membaca sebagai bentuk aplikasi untuk memecahkan masalah. Befikir
dan menbaca merupakan proses dari sebuah pendidikan, dimana dengan dua kegiatan
itu akan mampu memahami masalah dan mampu mengidentifikasi masalah, sehingga
dapat menetapkan solusi atas ermasalahan. Sehingga berfikir adalah salah satu
asas perubahan yang mampu mempengaruhi pendidikan. Keadaan manusia akan selalu
berubah dan mengalami perkembangan akan tetapi setiapzaman pasti ada generasi
perubah (Generation of Change) atau biasa disebut dengan istilah
pembaharu ummat.
Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya pada awal setiap 100
tahun Allah akan membangkitkan bagi ummat ini orang yang mentajdid diennya.”
(HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah)[2].
Hadits
ini menjelaskan berita tentang hal ghaib yang dibawa oleh seorang manusia yang ma’shum,
sehingga benar keadaannya. Hadits ini membangkitkan optimism dan motivasi ummat
Islam bahwa agamanya tidak akan ernah hilang karena pasti Allah swt akan
menghadirkan ditengah ummat ini orang yang akan mentajdid agamanya.[3]
Pada
abad pertengahanlahirlah seorang generasi muslim yang bernama Muhammad Abduh di
Mesir, salah seorang tokoh pembaharu yang diakui oleh mayoritas umat Islam,
terlepas apakah dia termasuk mujadid dalam hadits diatas atau bukan, akan
tetapi dari sini bisa diambil benang merah bahwa setiap zaman pasti ada
generasi yang akan menjaga dan memperjuangkan agama Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Syaikh
Muhammad Abduh
Nama sebenarnya Syekh Muhammad Abduh adalah Muhammad bin Abduh bin
Hasan Khairullah. Ayah Syekh Muhammad Abduh adalah Abduh bin Hasan Khairullah,
merupakan seorang petani dan mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki.
Ibunya Junaidah Ushman, dikatakan mempunyai silsilah perhubungan dengan Saidina
Umar bin al-Khattab r.a. Nama Abduh diambil daripada Hadist Nabi
Muhammada saw, yaitu abduhu wa rasuluh. Beliau dilahirkan pada tahun
1849 Masehi bersamaan dengan 1265 Hijarah di kampong Mahallat Nasr, Mukim
Sujubarkhit, Daerah Buharah, Mesir. Keluarganya bukanlah keluarga yang kaya
bukan pula miskin, tetapi demikian ayahnya dikenal sebagai orang yang terhormat
yang suka member pertolongan.[4]
Syekh Muhammad Abduh pernah dibuang dinegeri Kerana dikatakan terlibat
dengan Pemberontakan Urabi. Beliau dibuang dari negerinya pada tahun 1872
Masehi. Semasa menjalani hukuman tersebut, beliau pergi ke Perancis dan
meneberbitkan majalah al-Urwah al-Wuthqa bersama gurunya, Sayyid
Jamaluddin AL- Afghani. Pada saat inilah beliau menjalin hubungan bersama
Jamaluddin al Afghani, untuk kemudian menjadi muridnya yang setia.
Dalam masalah tujuan,
Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh sama, yaitu pembaharu masyarakat
Islam, namun cara untuk mencapai tujuan itu berbeda. Kalau yang pertama
meghendaki jalan revolusi, maka yang kedua memandang bahwa revolusi dalam
lapangan politik tidak ada artinya, sebelum adanya perubahan mental yang
berangsur-angsur[5].
Berlatar belakang persamaan tujuan itulah keduanya membuat sebuah perhimpunan
yang kuat dan menerbitkan majalah.
Tujuan perhimpunan itu adalah untuk membersihkan Mesir dari
pendudukan tentara Asing dan mengingatkan bangsa-bangsa Timur akan bahaya
Eropa, terutama Inggris.
Beliau pernah menjabat beberapa jabatan penting dalam kerajaan.
Antara lainjabatan yang pernah disandangnya ialah:
1.
Guru di Masjid
al- Husaini di Mesir
2.
Pensyarah di
Darul ‘Ulum, Mesir
3.
Guru di sekolah
as- Sultaniah, Beirut
4.
Ketua editor
Akhbar al-Waqa’i’a al-Misriyh
5.
Ketua Hakim
Mahkamah Rayuan di Mesir
6.
Anggota Majlis
Pengurusan Universitas al- Azhar di Mesir
7.
Mufti Kerajaan
Mesir (1899-1905).
B.
Pendidikan
Syaikh Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh telah belajar menulis dan membaca daripada
bapaknya semasa kecil. Beliau telah mempelajari dan menghafal Al-Qur’an pada
usia 10 tahun. Setelah selesai menghafal Al-Qur’an, beliau menyempurnakan
tajwidnya dan mempelajari ilmu bahasa Arab di Masjid al-Ahmadi. Beliau juga
mempelajari tasawuf dan tata bahasa Arab daripada Syekh Darwis Khudr dan Syekh
Darwis. Pada saat belajar di Universitas al-Azhar, beliau telah mempelajari
banyak ilmu, termasuklah matematika dan falsafah dari Syekh Hasan at- Tawil.
Pada tahun 1877 beliau memperoleh ijasah di Universitas al-Azhar. Pada tahun
1896, Syekh Muhammad Abduh bertemu dengan Sayid Jamaluddin al-Afghani yang
mengunjungi Mesir dan sempat mendalami ilmu akademik dan pemikiran Islam.[6]
C.
Kepribadian
Syaikh Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh memiliki sifat kepribadian yang tinggi. Beliau
berani menyatakan ide-ide islahnya. Walaupun Syekh Muhammad Abduh seorang yang
tegas, namun dibalik ketegasannya itu, ada sifat penyayang kepada para
muridnya. Beliau mendirikan al-Jami’ah al-Khairiyah al-Islamiyah untuk
membantu murid-muridnya yang menghadapi masalah keuangan.
Syekh Muhammad Abduh merupakan sosok tokoh yang kreatif dalam
menghasilkan karya tulis, sehingga dapat mempengaruhi pemikiran umat Islam.
Syekh Muhammad Abduh banyak mengambil inspirasi daripada Gerakan Islah yang
dipelopori oleh Sayid Jamaluddin al-Afghani. Kesannya, beliau lebih bersikap terbuka
berbanding sebelumnya.
Beliau banyak member saran kearah pembangunan rohani dan jasmani
umat Islam. Menurut beliau ada beberapa hal yang membuat umat Islam mengalami kemunduran, diantaranya adalah:
1.
Karena
kejumudan yang terdapat pada umat Islam. Dalam kata Jumud mengandung makna,
membeku, statis tidak ada perubahan, menurut Abduh sikap ini dimaksukkan
kedalam Islam tradisional, oleh orang-orang non Arab yang ingin merampas
kekuasaan politik didunia Islam.[7]
2.
Masuknya
berbagai macam bid’ah kedalam Islam merupakan penyebab umat Islam melupakan
ajarannya yang benar. Menurut beliau solusi yang paling tepat adalah
mengembalikan umat Islam kepada ajaran yang Islam sejati, sesuai dengan zaman
salafussholih, akan tetapi tidaklah cukup kembali seperti yang dilakukan oleh
Muhammad bin Abdul Wahab, tapi hendaknya kembali kepada Islam dengan
interpretasi yang modern.[8]
3.
Adanya Taqlid
al-a’ma pada umat Islam, sehingga ia menyerukan untuk membuka pintu Ijtihad
yang benar.
D.
Pemikiran-Pemikiran
Muhammad Abduh Dalam Dunia Pendidikan
Syekh Muhammad Abduh mendapati system pendidikan pada masa itu
hanya tertumpu kepada bidang-bidang agama dalam bentuk uraian kitab-kitab
klasik tanpa mencoba disesuaikan dengan zaman. Berdasarkan pengalamannya
belajar di Tanta dan Universitas Al-Azhar, beliau mendapati keadaan
pembelajaran di Tanta terlalu mundur, sehingga disifatkan anak muda yang suka
belajar disitusenantiasa dibendung rasa putus asa. Keadaan di Universitas
Al-Azhar juga sama. Beliau megkritik dengan katanya:
“
Aku sangka pengajian seperti ini hanya berlaku di Tanta saja, tetapi juga
berlaku di al-Azhar. Aku dapati 95 persen dari pelajarnya tidak dapat bertahan
lebih lama dengan corak pengajaran seperti ini. Para guru mengajar apa yang dia
fahami dari ilmu itu tanpa memahami kemampuan seorang pelajar. Mereka menyangka
pelajar telah faham, sedangkan sebenarnya mereka tidak faham”.
Beliau menyarankan supaya bidang-bidang ilmu Fardhu Khifayah
dimasukkan kedalam kurikulum sekolah dan universitas. Saran itu diterima oleh
kerajaan Mesir. Sehingga pengajian di Universitas Al-Azhar diubah selaras
dengan saran beliau dan dijadikan sebagai model kepada pusat-pusat pendidikan
tinggi lain diseluruh dunia Islam.
Selain itu beliau memilki beberapa pemikiran, diantaranya menentang
fanatisme madzab, karena fanatisme madzab akan membuat umat Islam terpecah
belah dan sulit untuk dipersatukan dalam satu barisan. Sebenarnya keberagaman
madzab tidaklah membahayakan umat bahkan akan menambah khasanah ilmiah umat
Islam, akan tetapi yang berbahaya adalah kekuasaan madzab terhadap akal, sehingga
tidak berani mengkritik.
Begitu juga dalam masalah ijtihad beliau sangat tegas bahwa pintu
Ijtihad masih terbuka, s=dengan menberikan syarat-syarat mujtahid, sehingga
ijtihadnya dapat dipertanggung jawabkan. Pemikiran yang lain beliau adalah
menghidupkan kembali kitab-kitab lama dan membaca gaya baru dalam penafsiran
Al-Qur’an. Khusus mengenai tafsir beliau memberikan beberapa dasar:
1.
Menundukkan
peristiwa-peristiwa hidup yang terjadi pada masanya kepada nash-nash Qur’an,
baik dengan jalan perluasan arti ayat atau dengan jalan analogi.
2.
Qur’an
seluruhnya merupakan satu kesatuan, dimana pemahaman terhadap sebagiannya tidak
dipisahkan dari bagian yang lain dan kesemuanya harus dipercayai.
3.
Keseluruhan isi
surat dijadikan dasar pemahaman terhadap ayat-ayat yang ternuat didalamnya.
4.
Menjauhkan
segi-segi ilmu bahasa dari lapangan tafsir dan menjauhkan tafsirannya dari
sekedar latihan untuk memiliki bakat bahasa.
5.
Tidak melupakan
peristiwa sejarah, sepanjang dakwah Islam dalam menafsirkan ayat-ayat yang
turun karenanya.
Disebabkan proses Islah memakan masa yang panjang dan dengan
strategi yang baik, Syekh Muhammad Abduh menggunakan berbagai metode untuk
menyalurkan ide-ide islahnya, antara lain:
a.
Melalui proses
pengajarannya di Masjid Al-Husaini, Darul ‘Ulum, dan Universitas Al-Azhar.
b.
Melalui media
masa seperti majalah al-Urwah al-Wuthqa, akhbar al-Waqa’i’a
al-Misriyah dan al-Ahram
c.
Melaui
karya-karya ilmiah beliau seperti Risalah at-Tauhid, Juz ‘Amma,
at-Tahrir fi Islah al-Mahakim as-Syariyyah, al-Islam Waa r-Raddu ‘ala
Muntaqiddih, dan al-Islam wa an Nasraniyyah ma’a al-‘ilmi wa al
Madaniyyah.
Ide-ide yang dibawa oleh Syekh Muhammad Abduh telah mengubah
pandangan umat Islam terhadap Islam yang sering terikut-ikut dengan sebagian
sarjana Muslim yang jumud dan pasif. Syekh Muhammad Abduh member gambaran yang
jelas tentang keperluan umat Islam kepada Islah, khususnya dalam bidang
pendidikan. Ide Islah Syekh Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan, khususnya
di Universitas al-Azhar telah member kesan yang mendalam terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan umat Islam. Ide-ide tersebut antara lain:
1)
Mewujudkan mata
pelajaran matematik, geometri, aljabar, geografi, sejarah, dan seni khat.
2)
Mewujudkan
farmasi khusus untuk pelajar Universitas al Azhar
3)
Menyediakan
peruntukan gaji guru dari perbendaharaan Negara dan waqaf Negara.
4)
Mmperbaiki
asrama pelajar dengan menekankan aspek-aspek keselamatan dan kesehtan.
Syekh Muhammad Abduh juga meninggalkan beberapa karya yang bermutu
dan manjadi sumber rujukan utama dalam dunia Islam seperti:
a)
Risalah
at-Tauhid
b)
Juz ‘Amma
c)
Tafsir Surah
Al-Asr
d)
Risalah
ar-Raddi ‘ala ad –Dahriyyin yang
merupakan terjemahan karya Sayid Jamaluddin al-Afghani.
e)
Syarh Nahji
al-Balaghah
f)
Syarh Maqamat
al-Badi’
g)
at-Tahrir fi
Islah al-Mahakim as-Syariyyah
h)
al-Islam Waa
r-Raddu ‘ala Muntaqiddih
i)
al-Islam wa an
Nasraniyyah ma’a al-‘ilmi wa al Madaniyyah.
BAB III
KESIMPULAN
Makalah ini dapat disimpulkan:
1.
Muhammad Abduh
adalah seorang tokoh mujahid modern, yang berasal dari Mesir yang meniliki
banyak sekali pemikiran-pemikiran tajdid terutama dalam pendidikan.
2.
Pengaruh beliau
dalam dunia pemikiran sangat besar, contohnya berubahnya system pendidikan di
al-Azhar, yang mampu melahirkan banyak ulama darinya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
terjemah, surat Al-Baqarah ayat 2. Penerbit: Diponegoro.
Sunan
Abu Dawud dalam no 4270, Al-Mustadrok Hakim bab Al-Fitan Juz IV cd Room,
Maktabah Ma’arif.
DR.
Yusuf Qardawi. 1997. Fiqih Tajdid dan Shawah Islamiyah. Islamuna Press
Quraih
Shihab. 1994. Studi Kritis Tafsir al-Manar. Bandung: Pustaka Hidayah.
Ensiklopedi
Dunia Tematis Dunia Islam Pemikiran dan Peradaban. PT. Ikhtiar Baru, Van Hover.
[1]
Al-Qur’an terjemah, surat Al-Baqarah ayat 2, Penerbit Diponegoro
[2] HR.
Abu Dawud dalam sunnahnya no 4270, Hakim di Al-Mustadrok dalam bab Al-Fitan juz
IV, hal. 522.
[3] DR.
Yusuf Qardhawi, Fiqih Tajdid dan Shahwah Islamiyah, Penerbit Islamuna Press.
Hal 6, cet 1, 1997
[4] Quraish
Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar,Pustaka Hidayah, Bandung, hal 12, 1994
[5]
Harun Nasution, Pengantar Teologi Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, hal 157,
cet ke 4
[6] Muhammad
Abduh.co.id.
[7]
Ensiklopedia Dunia Tematis Dunia Islam Pemikiran dan Peradaban, PT
Ikhtiar Baru, jilid 4, Van Hovew.
[8] ibid
Komentar
Posting Komentar