PENGORGANISASIAN DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
PENGORGANISASIAN DALAM
LEMBAGA
PENDIDIKAN
ISLAM
A.
Pengertian
Pengorganisasian
1.
Definisi
Organisasi
Didalam
lembaga sering kita mendengar adanya struktur ataupun susunan pengurus yang
bertanggung jawab didalam sebuah kelembagaan tersebut agar dapat menyelesaikan
persoalan yang ada sehingga pada akhirnya dapat tercapai semua tujuan dalam
perencanannya. Struktur ataupun susunan yang dimaksud tidak lain ada didalam
suatu organisasi, mengenai organisasi sendiri secara bahasa berasal dari bahasa
Yunani “Organom” yang berarti alat
atau instrumen.[1]
Organisasi digunakan oleh manusia untuk mencapai sebuah tujuan, yang mana
berbagai permasalahan yang dihadapi manusia dapat diselesaikan dengan ikut
serta menjadi anggota organisasi.[2]
Dalam
Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminto mengartikan organisasi sebagai
susunan dan aturan dari berbagai bagian (orang dan sebagainya) sehingga
merupakan satu kesatuan yang teratur.[3] Organisasi
juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem kerja sama sekelompok orang yang
mempuanyai aturan dan keterikatan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.[4]
Melalui
organisasi memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil atau mengejar tujuan yang
sebelumnya tidak bisa dicapai oleh individu-individu secara sendiri-sendiri.
Misalnya saja dalam setiap organisasi sekolah tentu menghadapi masalah
bagaimana organisasi sekolah itu berjalan dengan baik. Salah satu sarana agar
organisasi sekolah dapat berjalan dengan baik, tentu struktur organisasinya
harus sehat, efisien, dan melaksanakan asas organisasi.[5]
Dari
penjelasan yang telah diuraikan diatas, organisasi yang telah dibentuk didalam
sebuah lembaga tersebut tidak akan berjalan dan bahkan tidak akan mencapai
hasil atau tujuan yang telah direncanakan jika hanya dilakukan secara
individual saja. Oleh karena itu peran dan hubungan dari anggota tersebut
sangat penting sehingga dapat menciptakan sinergi da menjamin hubungan dalam
organisasi itu benar-benar terjadi untuk mencapai tujuan. Hal ini juga berlaku
didalam lembaga pendidikan Islam.
Organisasi
adalah perbuatan atau proses menghimpun atau mengatur kelompok-kelompok yang
saling berhubungan menjadi suatu keseluruhan. Hal ini menurut Hasibuan
(1996:26) dikarenakan:
1. Organisasi
adalah syarat utama adanya manajemen
2. Organisasi
merupakan wadah dan alat pelaksanaan proses dalam mencapai tujuan
3. Organisasi
adalah tempat kerjasama formal dari sekelompok orang dalam melakukan tugasnya
4. Organisasi
mempuanyai tujuan yang ingin dicapai.[6]
Organisasi
sendiri didalam penjelasan tersebut diartikan sebagai sebuah alat yang
digunakan oleh manusia didalam suatu kelompok untuk dapat mencapai tujuan.
Dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan didalam organisasi diperlukan
kerjasama dari anggota tersebut, sehingga dalam pelaksanaan tanggungjawabnya
masing-masing individu memiliki tujuan yang sama untuk organisasi tersebut Sedangkan
pengorganisasian sendiri memiliki definisi yang berbeda dengan organisasi.
2.
Definisi
Pengorganisasian
Berbagai
pendapat para ahli mengenai pengorganisasian, diantaranya yang dikemukakan oleh
Terry (1977), bahwa pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan
hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka
dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam
melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna
mencapai tujuan dan sasaran tertentu.
Sedangkan
menurut Syaiful Sagala, pengorganisasian adalah keseluruhan proses memilih
orang-orang serta mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas
orang-orang itu dalam organisasi dan mengatur mekanisme kerjanya sehingga dapat
menjamin pencapaian tujuan.[7]
Pengorganisasian adalah proses membentuk kerjasama antara dua individu
atau lebih dalam sebuah struktur tertentu untuk mencapai tujuan atau
seperangkat tujuan. Tujuan yang berbeda memerlukan struktur yang berbeda,
sehingga diperlukan upaya penyusunan struktur organisasi melalui suatu desain
organisasional.[8]
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
pengorganisasian adalah suatu proses pemilihan
orang-orang dan penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan,
sumber daya yang dimiliki, dan lingkungan yang melingkupinya, guna mencapai
tujuan dan sasaran sesuai dengan mekanisme perencanannya.
Oleh
karena itu, jika lembaga pendidikan Islam ingin menjadi lembaga pembelajaran
yang efektif, lembaga pendidikan Islam harus mampu untuk mencari metode untuk
menciptakan struktur yang secara terus menerus mendukung pembelajaran dan
pengajaran yang efektif.
B.
Prinsip-Prinsip
Organisasi
Dalam
menyusun sebuah organisasi yang baik perlu memperhatikan hal-hal yang dapat
menjadikan organisasi tersebut memiliki pedoman atau pegangan dalam
menjalankannya, berikut ini merupakan pendapat dari Siswanto mengenai
prinsip-prinsip dalam organisasi:
1. Memiliki
tujuan yang jelas
Suatu organisasi yang
memiliki tujuan yang jelas, artinya organisasi tersebut memiliki arah yang
jelas. Jika tidak memiliki arah yang jelas maka akan mengajibatkan masalah pada
organisasi yang akan datang.
2. Terdapat
pendelegasian tugas dan wewenang
Manfaat dari
pendelegasian tugas kepada bawahan, antara lain; pimpinan dapat fokus pada
pekerjaan yang bersifat pengembangan organisasi, bawahan akan merasa percaya
diri dan puas ketika diberi amanat oleh pimpinannya, ketergantungan bawahan
terhadap pemimpn akan berkurang.
3. Memiliki
struktur yang mendorong kreatifitas karyawan
Diharapkan dalam
menghadapai era globalisasi ini para karyawan dapat merespon perubahan tersebut
dengan cepat.
4. Memiliki
satu kesatuan komando
Kesatuan komando sangat
diperlukan untuk meminimalkan kebingungan dan konflik bawahan.
5. Ada
pembagian tugas yang jelas.
Dalam organisasi yang
baik, harus memperhatikan pembagian tugas dengan jelas, karena hal tersebut
menyangkut tentang tanggung jawab dalam suatu pekerjaan.[9]
Untuk
melengkapi prinsip-prinsip organisasi yang belum lengkap seperti yang telah
diungkapkan diatas, maka A.M. Williams dalam bukunya “Organization of Canadian Government Administration” (1965) yang
menyebutkan bahwa prinsip-prinsip organisasi meliputi:
a. Organisasi
harus mempunyai tujuan yang jelas
b. Prinsip
skala hirarki
c. Prinsip
kesatuan perintah
d. Prinsip
pendelegasian wewenang
e. Prinsip
pertanggung jawaban
f. Prinsip
pembagian pekerjaan
g. Prinsip
rentang pengendalian
h. Prinsip
fungsional
i. Prinsip
pemisahan
j. Prinsip
keseimbangan
k. Prinsip
fleksibilitas
l. Prinsip
kepemimpinan.[10]
C.
Bentuk-Bentuk
Organisasi
Organisasi
pada hakikatnya merupakan suatu bentuk yang dengan sengaja dan sadar diciptakan
oleh manusia dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dan diperhitungkan
sebelumnya. Secara umum ada beberapa bentuk organisasi yang selama ini dipakai
untuk diterapkan, yaitu:
1. Organisasi
Garis
Organisasi
garis menganut konsep yang bersifat vertikal, yaitu dimana setiap perintah,
kebijakan, aturan dan penugasan bersumber dari atas ke bawah. Organisasi ini
dipelopori oleh Henry Fayol, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
penanggung jawab dari semua keputusan adalah pemimpin lembaga tersebut.
2. Organisasi
Fungsional
Organisasi
ini memiliki konsep yang menempatkan pelaksanaan pekerjaan secara terpisah dan
setiap bagian memiliki tanggung jawabnya masing-masing, namun tetap mengadakan
koordinasi secara continue dengan
tujuan agar pelaksanaan pekerjaan dapat terselesaikan dengan sempurna. Konsep
organisasi ini dikembangkan oleh F.W. Taylor, sebagai penyempurna dari konsep
organisasi garis.
3. Organisasi
Garis dan Staff
Organisasi
garis dan staff ini merupakan organisasi yang dibentuk dari penggabungan model
garis dan staff dengan mempelajari beberapa kelemahan yang timbul pada kedua
organisasi sebelumnya yakni suatu organisasi garis yang dilengkapi dengan staff
ahli, yang disusun sebagai fungsionaris
staff.[11]
Dari
ketiga bentuk organisasi tersebut apabila ingin diterapkan dalam sebuah
organisasi, alangkah baiknya disesuaikan dengan orang-orang yang menjadi
anggota dalam organisasi tersebut. Karena apabila tidak sesuai dengan yang
diterapkan, maka akan menimbulkan dampak yang kurang baik bagi organisasi
tersebut terutama dalam pelaksanaan dan mekanismenya.
Wursanto
berpendapat bahwa organisasi yang saat ini sedang berkembang dapat
diklasifikasikan berdasarkan; jumlah pucuk pimpinan, tujuan, luas wilayah, tipe
struktur, dan bentuk organisasi.
1. Organisasi
Berdasarkan Pucuk Pimpinan
2. Organisasi
Berdasarkan Segi Keresmian
3. Organisasi
Berdasarkan Tujuan
4. Organisasi
Berdasarkan Luas Wilayah
5. Organisasi
Berdasarkan Tipe Struktur
6. Organisasi
Berdasarkan Bentuk. [12]
D.
Departementasi
1.
Definisi
Departementasi
Definisi
dari departementasi dalam organisasi disini yaitu organisasi harus dibagi atas
beberapa unit atau beberapa departemen yang bertanggung jawab atas suatu aspek
atau bidang tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena dengan departementasi,
organisasi diharapkan menjadi lebih efisien.[13]
Sehingga dapat diartikan bahwa departementalisasi adalah pengelompokan dari
berbagai aktifitas kerja suatu organisasi supaya berbagai aktifitas yang sama
bisa digabungkan dalam satu unit kerja.
Satuan
kerja yang ditetapkan berdasarkan pembidangan kegiatan yang diemban oleh suatu
organisasi, pada dasarnya merupakan pembagian tugas yang mengandung sejumlah
pekerjaan sejenis. Pengelompokan satuan kerja harus diperhitungkan beban tugas,
sifat pekerjaa dan spesialisasinya yang diperlukan untuk melaksanakannya. Agar
antara yang satu dengan yang lain dapat
seimbang sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.[14]
2.
Bentuk-Bentuk
Departementasi
Pembagian
kerja dari suatu sistem menjadi beberapa sub sistem dapat dilakukan dalam
beberapa bentuk sebagai berikut:
a. Sub
sistem yang bersifat struktural
Sub
sistem ini mengandung pembagian satuan kerja atas dasar hierarki jabatan dari
yang tertinggi sampai yang terendah. Dalam struktur ini akan terdapat jabatan
Kepala, Wakil Kepala dan seterusnya sampai yang terendah.
b. Sub
sistem yang bersifat fungsional
Sub
sistem ini merupakan pembagian satuan kerja atas dasar fungsi yang diemban oleh
suatu kelompok kerjasama sejumlah manusia. Misalnya pembagian Koordinator
Olahraga, Koordinator kesenian dan yang lainnya. Hal ini terjadi pada semua
lembaga pendidikan, termasuk pendidikan Islam.
c. Sub
sistem yang bersifat sektoral
Sub
sistem ini mengandung pembagian satuan kerja berdasarkan struktur organisasi
yang terdapat dalam unit organisasi kerja diatasnya yang sejalan dari unit
tertinggi sampai yang terendah. Misalnya pembagian dalam bentuk Biro A, Biro B,
Biro C dan seterusnya.[15]
Berikut
ini terdapat pendapat yang lain mengenai bentuk-bentuk dari sistem
desentralisai. Ada dua macam bentuk departementasi yaitu:
a. Departementasi
Fungsional
Departementasi
Fungsional adalah organisasi menurut fungsi menyatukan semua orang yang
terlibat dalam satu aktivitas atau beberapa aktivitas berkaitan yang disebut
fungsi dalam satu departemen. Seperti pemasaran atau keuangan dikelompokkan ke
dalam 1 unit. Mengelompokkan fungsi yang sama atau kegiatan sejenis untuk
membentuk satuan organisasi. Ini merupakan bentuk organisasi yang paling umum dan
bentuk dasar departementasi.
1) Kebaikannya
:
a) Pendekatan
ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi-fungsi utama
b) Menciptakan
efisiensi melalui spesialisasi
c) Memusatkan
keahlian organisasi
d) Memungkinkan
pengawasan mana-jemen puncak terhadap fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.
2) Kelemahannya
:
a) Menciptakan
konflik antar fungsi
b) Adanya
kemacetan pelaksanaan tugas
c) Umpan
balik yang lambat
d) Memusatkan
pada kepentingan tugasnya
e) Para
anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inovatif.
b.
Departementasi
Divisional
Departementasi
divisional adalah departemen perusahaan besar yang berupa bisnis terpisah;
mungkin ditujukan untuk membuat dan menjual produk spesifik atau melayani pasar
spesifik. Dengan membagi divisi-divisi atas dasar produk, wilayah, langganan,
dan proses, dimana tiap divisi merancang, memproduksi dan memasarkan produknya
sendiri. Strukturnya dapat dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain yaitu:
1) Struktur
organisasi divisional atas dasar produk
Setiap
departementasi bertanggung jawab atas suatu produk yang berhubungan. Struktur
ini dipakai bila teknologi pemprosesan dan metode pemasaran sangat berbeda.
2) Struktur
organisasi divisional atas dasar wilayah.
Pengelompokkan
kegiatan atas dasar, tempat dimana operasi berlokasi atau menjalankan usahanya.
Faktor yang menjadi pertimbangan adalah bahan baku, tenaga kerja, pemasaran,
transportasi dan lain sebagainya.
3) Struktur
organisasi divisional atas dasar langganan
Pengelompokkan
kegiatan yang dipusatkan pada penggunaan produk, terutama dalam kegiatan
pengelompokkan penjualan, pelayanan.[16]
Dalam
departementasi yang telah dipaparkan diatas merupakan pembagian didalam organisasi
yang terjadi didalam suatu perusahaan. Meskipun demikian hal tersebut tidak
jauh berbeda ketika pembagian departemen diterapkan didalam sebuah lembaga
pendidikan Islam. Pada jalur pendidikan, departementasi lembaga pendidikan
Islam dapat diterapkan dalam bentuk sekolah-sekolah yang formal, informal dan
non formal. Departementasi pada prinsipnya merupakan pembagian kerja yang telah
dikembangkan sehingga didasarkan pada pengelompokan tugas bukan berdasarkan
orang perorang.
E.
Sentralisasi
1.
Definisi
Sentralisasi
Struktur
organisasi didalam bidang lembaga pendidikan seperti sekolah contohnya, sudah
pasti memiliki sistem yang berbeda dengan sekolah yang lain. Hal ini sangat
tergantung pada struktur organisasi dan administrasi yang dijalankannya.
Didalam lembaga pendidikan sering kali ditemukan bahwa pada struktur
organisasinya cenderung kepada kediktatoran, yakni semua kekuasaan dan urusan
lembaga tersebut terpusat pada satu orang, sehingga struktur organisasinya pun
cenderung bersifat sentralisasi. Segala yang menyangkut tentang lembaga
pendidikan tersebut ditentukan oleh pusat.[17]
Begitupun
dengan sebaliknya, apabila didalam struktur organisasi tersebut menganut sistem
yang demokrasi maka kekuasaan dan pelaksanaannya tidak dilakukan secara sentral
akan tetapi dibagi-bagikan sesuai dengan kepentingan dan kondisi lembaga
tersebut. Sistem seperti ini yang biasanya disebut dengan desentralisasi. Demikianlah
dalam struktur organisasi lembaga pendidikan yang mana menjadi pokok ada dua
macam yakni sentralisasi dan desentralisasi, berikut ini akan dipaparkan
terlebih dahulu mengenai sistem sentralisasi.
Menurut
Achmad Sobirin mengatakan, yang dimaksud dengan sentralisasi adalah hirarki
pengambilan keputusan didalam organisasi, dapat diartikan bahwa semua keputusan
berada pada pimpinan puncak organisasi. Sehingga bisa dikatakan bahwa
organisasi tersebut adalah organisasi yang tersentralisir.[18]
Sedangkan
menurut pendapat para ahli ada yang mengatakan bahwa sentralisasi merupakan
suatu organisasi dimana tingkat pengambilan keputusan terpusat pada pemimpin.
Hampir semua keputusan tergantung pada pemimpin organisasi. Tingkat kontrol
yang dimiliki oleh seseorang dalam sebuah proses pengambilan keputusan dapat digunakan
sebagai sebuah tolok ukur mengenai sentralisasi. Kelima langkah dalam proses
ini adalah:
1. Mengumpulkan
informasi untuk diteruskan kepada pengambil keputusan mengenai apa yang dapat
dilakukan.
2. Memproses
dan menginterpretasikan informasi tersebut untuk memberi saran kepada pengambil
keputusan
3. Membuat
pilihan mengenai apa yang akan dilakukan
4. Memberikan
wewenang kepada orang lain mengenai apa yang hendak dilakukan
5. Melaksanakannya.[19]
Dari
pemaparan mengenai definisi dari sentralisasi dapat diambil kesimpulan bahwa
didalam sebuah lembaga pendidikan keputusan diambil dari pemimpin organisasi.
Sehingga sebagai dampak dari sistem pendidikan yang sentralistik, upaya untuk
mewujudkan kebebasan dalam berfikir, mampu memecahkan masalah, bekerja dan
hidup berkelompok serta inisiatif, sangat sulit untuk diwujudkan.
Selain
dalam hal yang telah disebutkan diatas, sesuai dengan sistem sentralisasi dalam
organisasi pendidikan, segala kegiatan yang ada harus sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan serta dalam melaksanakan tugasnya harus mendapat izin dari
pusat sebelum para anggotanya berbuat yang dapat menyimpang dari aturan-aturan
yang berlaku. Ciri-ciri yang paling menonjol dari sistem sentralisasi ini
adalah adanya keharusan dalam keseragaman yang sempurna bagi seluruh
anggotanya, baik dalam bentuk kegiatan pendidikan maupun keseragaman dalam
proses belajar mengajar yang tidak lain meliputi dari perencanaan sampai metode
pengajarannya.
2.
Keburukan
Sistem Sentralisasi
Dari
beberapa uraian diatas sudah jelas bahwa keekstriman dalam sistem ini dapat
disimpulkan adanya keburukan-keburukannya. Adapun keburukan yang ada didalam
sistem sentralisasi ini adalah:
a. Bahwa
administrasi yang demikian cenderung kepada sifat-sifat otoriter dan
birokratis. Menyebabkan para pelaksana pendidikan, menjadi orang-orang yang
pasif dan bekerja secara rutinitas.
b. Organisasi
dan administrasi berjalan sangat kaku dan seret, karena garis komunikasi antara
sekolah dengan pusat tidak lancar.
c. Karena
terlalu banyak kekuasaan dan pengawasan sentral, sehingga timbul
penghalang-penghalang inisiatif setempat yang mengakibatkan hasil pendidikan
yang sedang atau sedikit saja.[20]
Keburukan
yang telah disebutkan diatas sudah jelas bahwa suatu organisasi yang
menggunakan sistem sentralisasi didalam struktur kelembagaannya, biasanya bawahan
atau anggotanya kurang begitu diminati
oleh suatu organisasi. Akan tetapi sebagian jugaada yang masih menerapkannya,
sehingga pelaksanaannya bersifat kaku, otoriter dan hasil dari pendidikannya
kurang begitu berhasil. Jika diterapkan pada lembaga pendidikan Islam hal ini
juga tidak akan berdampak baik karena apabila segala aturan dan perintah yang
akan dijalankan tergantung kepada pusat saja. Sehingga ketika bawahan atau
anggota memiliki ide ataupun inisiatif tidak bisa diutarakan secara bebas dan
berkembang serta terkesan pasif dalam segala kegiatannya.
F.
Desentralisasi
1.
Definisi
Desentralisasi
Suatu
organisasi dimana terdapat proses pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari pimpinan
kepada bawahan. Sehingga, bawahan yang memiliki wewenang dan tanggungjawab akan
termotivasi untuk mengatasi permasalahan dilapangan. Akhirnya bawahan akan
mengoptimalkan dan mengeluarkan segenap kemampuan dan kreatifitasnya.
Desentralisasi
mengurangi kemungkinan terjadinya beban informasi yang berlebihan, memberi
tanggapan yang cepat terhadap informasi yang baru, memberi masukan yang lebih
banyak bagi semua keputusan, mendorong terjadinya motivasi, dan merupakan alat
yang potensial untuk melatih para manajer dalam mengembangkan pertimbangan
terbaik.[21]
Organisasi
yang menerapkan sistem desentralisasi ini akan merasakan dampaknya. Salah
satunya dalam organisasi tersebut akan mudah dan cepat berkembang dari bidang
administrasi sampai pada bidang pendidikannya. Hal ini bisa terjadi karena
pimpinan lembaga tidak membatasi apa yang menjadikan kemajuan bagi lembaga
pendidikan tersebut, khususnya lagi pada lembaga pendidikan Islam sekarang ini.
Dapat kita lihat apabila didalam perkembangan Islam yang sampai saat ini terus
mengalami kemajuan, lantas dari pihak anggota organisasi tidak memiliki tekad
untuk meningkatkannya, maka pendidikan Islam yang akan datang tidak menjadi
pencerah akan tetapi malah menjadi keruh.
Sesungguhnya
desentralisasi memberikan banyak keuntungan bagi para pemimpin-pemimpin kreatif
untuk mengembangkan lembaganya. Para pemimpin akan lebih leluasa dalam
mengeksplorasi visi tanpa ada batasan dalam kreativitasnya. Siegel dan
Ramanouski (1989: 187) mengungkapkan alasan organisasi menerapkan
desentralisasi, antara lain sebagai berikut:
a. Desentralisasi
akan memberikan top manajemen waktu yang lebih banyak pada pembuatan keputusan
stratejik panjang dari keputusan operasi.
b. Desentralisasi
dapat membuat organisasi memberikan respons yang lebih cepat dan efektif pada
suatu masalah.
c. Pada
sistem sentralisasi tidak memungkinkan untuk mendapatkan seluruh kebutuhan
informasi yang kompleks untuk membuat keputusan yang optimal.
d. Desentralisasi
akan menghasilkan dasar training yang baik untuk calon top manajer dimasa yang
akan datang.
e. Desentralisasi
memenuhi kebutuhan otonomi dan kemudian menjadi alat motivasi yang kuat bagi
manajer.[22]
Desentralisai
dalam pengelolaan pendidikan merupakan alternatif yang dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas manajemen pendidikan apabila segala perangkat yang
diperlukan dapat disiapkan dan didukung oleh sumber-sumber yang cukup kuat
untuk melaksanakan desentralisasi.
Akan
tetapi bagaimanapun juga segala hal dan apapun itu semuanya memiliki kebaikan
dan kekurangannya masing-masing. Termasuk juga didalam sistem desentralisasi
ini sudah pasti memiliki kebaikan untuk organisasinya. Berikut ini akan
dipaparkan mengenai kebaikan dan keburukan dari sistem desentralisasi ini.
2.
Kebaikan
Sistem Desentralisasi
Tentu
saja sistem desentralisasi ini memiliki beberapa kebaikan yang mungkin saja
bisa terjadi didalam organisasi lembaga pendidikan, antara lain:
a. Pendidikan
dan pengajaran dapat disesuaikan dengan dan memenuhi kebutuhan masyarakat
setempat.
b. Kemungkinan
adanya persaingan yang sehat diantara daerah atau wilayah sehingga
masing-masing berlomba-lomba untuk menyelenggarakan sekolah dan pendidikan yang
baik
c. Kepala
sekolah,guru-guru, dan petugas-petugas pendidikan yang lain akan bekerja dengan
baik dan bersungguh-sungguh karena merasa dibiayai dan dijamin hidupnya oleh
pemerintah dan masyarakat setempat.
3.
Keburukan
Sistem Desentralisasi
Adapun keburukan dari
sistem desentralisasi ini antara lain:
a. Karena
otonomi yang sangat luas, kemungkinan program pendidikan diseluruh negara akan
berbeda-beda. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan antar bangsa.
b. Hasil
pendidikan dan pengajaran tiap-tiap daerah atau wilayah sangat berbeda, baik
mutu, sifat, maupun jenisnya, sehingga menyulitkan pribadi murid dalam
mengaplikasaikan kemampuannya.
c. Kepala
sekolah, guru-guru, dan petugas pendidikan lainnya akan cenderung menjadi
anggota yang matrealistik.
d. Penyelenggaraan
dan pembiayaan pendidikan yang diserahkan kepada daerah setempat mungkin akan
sangat memberatkan beban masyarakat setempat.[23]
Demiikian
tadi telah dipaparkan mengenai struktur sentralisasi maupun struktur
desentralisasi, yang mana apabila keduanya dilaksanakan pada masing-masing
lembaga pendidikan keduanya akan memiliki kebaikan dan kekurangan
masing-masing. Akan lebih bagus apabila kedua struktur tersebut digunakan
secara bersamaan atau dipadukan, sehingga akan muncul struktur campuran dari
keduanya. Karena penggunaan struktur tersebut disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan dari lembaga pendidikan itu sendiri.
4.
Perbedaan
Sentralisasi dan Desentralisasi
Perbedaan Sentralisasi dan Desentralisasi
No
|
Dimensi
|
Sentralisasi
|
Desentralisasi
|
1.
|
Hierarki Pengambilan
Keputusan
|
Pengambilan keputusan
terpusat
|
Departemen /
masing-masing unit diberi wewenang untuk mengambil keputusan.
|
2.
|
Reaksi atas permasalahan
|
Lambat bereaksi jika
ada permasalahan
|
Cepat bereaksi jika
ada permasalahan
|
3.
|
Keterlibatan bawahan
|
Partisipasi dan
keterlibatan bawahan kurang
|
Mendorong
keterlibatan dan pemberdayaan bawahan
|
4.
|
Inovasi
|
Menghambat inovasi
|
Mendorong kreatifitas
dan inovasi
|
5.
|
Bentuk koordinasi
|
Birokratis
|
Simplisitas
|
Pelimpahan wewenang dari pimpinan
kepada bawahan dapat berjalan dengan baik, apabila didukung dengan pemegang
wewenang yang memiliki kekuatan dan dipercaya.
REFERENSI
Aan Komariah.
(2008). Visionary Leadership Menuju
Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Abuddin Nata.
(2007). Manajemen Pendidikan.
Jakarta: Kencana
Achmad Sobirin.
(2007). Budaya Organisasi Pengertian,
Makna, dan Aplikasinya dalam Kehidupan Organisasi. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Ahmadi, dkk.
(2012). Manajemen Pendidikan Islam.
Yogyakarta: LaksBang.
Anissya. 2011. Bentuk-Bentuk Organisasi dan Departementasi.
http://www.blogspot.com diakses tgl 30 Juni 2014.
Hadari Nawawi.
(1997). Administrasi Pendidikan.
Jakarta: Gunung Agung.
Irham Fahmi.
(2013). Perilaku Organisasi Teori,
Aplikasi dan Kasus. Bandung: Alfabeta.
Khaerul Umam. (2010).
Perilaku Organisasi. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Ngalim Purwanto.
(1987). Administrasi dan Supervisi
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Siswanto, dkk.
(2008). Teori dan Perilaku Organisasi
Sebuah Tinjauan Integratif. Malang: UIN Malang Press.
Syaiful Sagala.
(2009). Manajemen Strategik dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Yoyon Bahtiar Irianto. (2011). Kebijakan Pembaharuan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
[1] Achmad
Sobirin. 2007. Budaya Organisasi. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN. Hal 5
[4] Rohmat.
2013. Materi Kuliah Perilaku Organisasi.
Surakarta
[5] Syaiful
Sagala. 2009. Manajemen Strategik dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Hal 79
[6] Syaiful
Sagala. 2009. Manajemen Strategik dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Hal 80
[7] Syaiful Sagala.
2009. Manajemen Strategik dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Hal 58-59
[8] Ahmadi,
dkk. 2012. Manajemen Pendidikan Islam.
Yogyakarta: LaksBang. Hal 29
[10] Khaerul
Umam. 2010. Perilaku Organisasi.
Bandung: CV Pustaka Setia. Hal 24-26
[11] Irham
Fahmi. 2013. Perilaku Organisasi Teori,
Aplikasi dan Kasus. Bandung: Alfabeta. Hal: 2-5
[12] Siswanto,
dkk. 2008. Teori dan Perilaku Organisasi.
Malang: UIN Malang Press. hal 15
[14] Hadari
Nawawi. 1997. Administrasi Pendidikan.
Jakarta: Gunung Agung. Hal 28
[16] Anissya.
2011. Bentuk-Bentuk Organisasi dan
Departementasi. www.blogspot.com diakses
tgl 30 Juni 2014.
[17] Ngalim
Purwanto. 1998. Administrasi dan
Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Hal 128
[19]
Siswanto, dkk. 2008. Teori dan Perilaku
Organisasi. Malang: UIN Malang Press. Hal 79.
[20] Ngalim
Purwanto. 1998. Administrasi dan
Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Hal 130
[21] Siswanto,
dkk. 2008. Teori dan Perilaku Organisasi.
Malang: UIN Malang Press. Hal 80
[22] Aan
Komariah, dkk. 2008. Visionary Leadership
Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 70.
Komentar
Posting Komentar