PENDIDIKAN AKHLAK MULIA DALAM PENDIDIKAN
BAB
I
PENDAHULUAN
Agama Islam mengatur berbagai aspek dalam kehidupan, antara
lain: fiqih, aqidah, muamalah, akhlaq, dan lain-lain. Seorang muslim bisa
dikatakan sempurna apabila mampu menguasai dan menerapkan aspek-aspek tersebut
sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist. Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam
pergaulan, kita mampu menilai perilaku seseorang, apakah itu baik
atau buruk. Hal tersebut dapat terlihat dari cara bertutur kata dan bertingkah
laku.
Akhlak, moral, dan etika masing-masing individu berbeda-beda,
hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal tiap-tiap
individu. Di era kemajuan IPTEK seperti saat ini, sangat berpengaruh terhadap
perkembangan akhlak, moral, dan etika seseorang. Kita amati perkembangan
perilaku seseorang pada saat ini sudah jauh dari ajaran Islam, sehingga banyak
kejadian masyarakat saat ini yang cenderung mengarah pada perilaku yang kurang
baik.
Jika kita melihat sejarah sebelum Islam itu datang, kita
dapat temukan refernsi-referensi tentang rusak dan tercelanya sifat para
kaum-kaum jahiliyah yang tidak mempunyai peradaban, mereka hanya mengumbar
nafsu belaka tanpa mementingkan etika yang baik dan mulia. Ini semua disebabkan
karena tidak adanya aturan dalam hidup, oleh sebab itu Allah SWT mengutus
seorang nabi yang merupakan Nabi dan Rosul terakhir yang diutus hingga akhir
zaman untuk menyempurnakan akhlak dimuka bumi ini khususnya bagi bangsa Arab
sendiri Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلَاقُ
Artinya:
‘‘Sesungguhnya aku (Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlak’’(HR. Ahmad)
Maka dengan adanya pengutusan nabi dan rosul terakhir ini
terbukti adanya perubahan yang sangat signifikan yang merubah dari zaman
kegelapan menjadi zaman terang benderang. Keadaan ini pun berlangsung sangat
lama dikarenakan pengaruh nabi Muhammad saw benar-benar sangat terasa.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia
tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan dirinya sendiri berhadapan
dengan perilaku baik dan buruk. Disitulah yang membedakan halal dan haram, hak
dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Sedangkan
dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut,
karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang
sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum,
selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya, akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas
beberapa hal mengenai petunjuk Al-Qur’an dan Hadits tentang pendidikan akhlak
mulia dalam pendidikan meliputi macam-macam akhlak islami, implementasi dari
akhlak mulia itu sendiri serta urgensinya dalam pendidikana. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat memudahkan kita untuk mempelajari dan mengaplikasikan
akhlak mulia dengan baik dan benar berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep atau
Definisi Akhlak
Secara bahasa, kata akhlaq berasal dari kata khalaqa
dengan akar kata khuluqan yang berarti perangai, tabiat, dan adat
(Muslim Nurdin, 1995: 205). Adapun pengertian akhlak dalam kamus besar bahasa
Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan (2003: 20).
Sementara itu, secara istilah akhlak (khuluq) didefinisikan
sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara
spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih
dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar (Yunahar Ilyas, 2000: 2).
Menurut Azzumardi Azra, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang
mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi
(2002: 203-204). Secara konkrit kita melihat bahwa
ada manusia yang berkelakuan baik dan, ada yang berkelakuan buruk. Ini dapat
diartikan bahwa manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan buruk. Di
antara ayat Al-Qur’an yang menguraikan hal ini adalah Al-Qur’an surat Al-Balad
ayat 10 :
Artinya: “Maka kami telah memberi petunujuk kepadanya (manusia) dua
jalan mendaki (baik dan buruk).(QS Al-Balad: 10).
Abuddin Nata mengatakan bahwa akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan dengan mendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah
mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak
lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran (1997: 5).
Sedangkan menurut Zaky Mubarok Latif mengemukakan, akhlak adalah
aturan tentang perilaku lahir dan batin yang dapat membedakan antara perilaku
yang terpuji dan tercela, antara yang salah dan yang benar, antara yang patut
dan yang tidak patut (sopan), dan antara yang baik dan yang buruk (2001: 80).
Dari berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan dan dipahami
bahwa akhlak adalah suatu sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat yang
tentram dalam jiwa, yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan secara mudah tanpa
memerlukan bimbingan terlebih dahulu. Kehendak jiwa itu menimbulkan
perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang bagus, maka disebut dengan
akhlak yang terpuji. Begitu pula sebaliknya, jika menimbulkan
perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang jelek, maka disebut dengan
akhlak yang tercela.
B.
Perbedaan
Konsep Akhlak, Etika, dan Moral
Dalam pembahasan tentang akhlak sering muncul beberapa istilah yang
membutuhkan penjelasan, yakni istilah etika dan moral. Oleh karena itu disini
akan dijelaskan perbedaan antara akhlak, etika dan moral, sehingga dapat
diketahui persamaan dan perbedaan diantara ketiga istilah tersebut.
1.
Perbedaan
Konsep Akhlak dengan Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang
berarti kebiasaan. Menurut Azzumardi, etika merupakan sebuah tatanan perilaku
berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu, etika lebih
banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik
dan buruk adalah akal manusia (2002: 203-204).
Ahmad Amin (1995: 3) memperjelas pengertian etika dengan
berpendapat bahwa etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan seseorang kepada sesama. Banyak
sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan terhadap
sesama manusia, salah satunya bisa diambil dari kalam Allah swt dalam surat
Al-Baqarah ayat 263:
Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari
sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima)”.
Kemudian timbul pertanyaan apa perbedaan dari keduanya, karena
persamaannya sudah jelas yaitu sama-sama membahas tentang baik dan buruknya
tingkah laku. Jadi perbedaannya terletak pada parameternya, bila akhlak dalam
memberikan penilaian baik dan buruknya perbuatan manusia dengan parameter
agama, dalam hal ini adalah Al-Qur’an dan Sunnah, maka etika menggunakan
parameter akal. Dengan demikian maka kebenaran akhlak bersifat mutlak dan
absolute, sedangkan kebenaran etika bersifat relative, dan sementara.
Jadi semakin jelas bahwa etika merupakan cabang dari filsafat yang
mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut.
Seringkali penggunaan istilah etikasering disamakan dengan istilah akhlak, akan
tetapi jika dicermati secara seksama terdapat persamaan dan perbedaan.
2.
Perbedaan
Konsep Akhlak dengan Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin yaitu mores, jamak
dari mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dikatakan bahwa moral adalah buruk dari perbuatan dan kelakuan (Poerwadarminta,
1982: 654).
Dalam Ensiklopedi Pendidikan, yang dikutip oleh Aunur Rohim
Faqih, dkk. (1998: 91), moral dikatakan sebagai nilai dasar dalam masyarakat
untuk menentukan baik-buruknya suatu tindakan yang pada akhirnya menjadi adat
istiadat masyarakat tersebut.
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan diatas dapat diketahui
bahwa baik buruknya suatu tindakan , secara moral hanya bersifat lokal.
Persamannya dengan akhlak dan moral, ketiganya berbicara tentang nilai
perbuatan manusia, sedangkan perbedannya akhlak menilai perbuatan manusia
dengan tolok ukur Al-Qur’an dan Sunnah, etika dengan pertimbangan akal pikiran,
sedangkan moral menggunakan tolok ukur adat istiadat yang berlaku dalam
masyarakat tertentu (Sidik Tono, 1998: 85).
C.
Macam-macam
Akhlak Islami
1.
Akhlak kepada
Allah swt
Yang
dimaksud dengan akhlak kepada Allah swt atau pola hubungan manusia dengan Allah
swt adalah sikap dan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh
manusia terhada Allah swt. Akhlak kepada Allah meliputi beribadah
kepada-Nya, mentauhidkan-Nya, berdo’a, berdzikir, dan bersyukur serta tunduk
dan taat hanya kepada Allah swt (Mahasri Shobahiya, 2009:115). Dalam Al-Qur’an
Allah berfirman:
Artinya:
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”.
Pada
dasarnya ke-Besaran dan ke-Maha Kuasaan Allah tidak akan berkurang apabila
seandainya manusia diseluruh bumi ini ingkar atau tidak menyembah Allah swt.
Ingkar atau taat tidak berpengaruh terhadap kekuasaan Allah swt. Dengan
demikian ibadah yang dikerjakan manusia sesungguhnya untuk kebaikan manusia itu
sendiri.
2.
Akhlak kepada
Sesama Manusia
Akhlak
kepada sesama manusia dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu akhlak kepada diri
sendri, akhlak kepada keluarga, dan akhlak kepada masyarakat.
a.
Akhlak kepada
Diri Sendiri
Adapun kewajiban kita terhadap diri sendiri dari segala akhlak,
diantaranya:
1)
Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap
dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap
apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi
larangan dan ketika ditimpa musibah.
2)
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas
pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan
dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah
dengan bacaan Alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan
dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
3)
Tawadhu’, yaitu rendah hati, selalu
menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin.
Sikap tawadhu’ melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki
yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain (Ibrahim Darsono,
2008: 56).
b.
Akhlak kepada
Keluarga
Keluarga adalah kelompok orang yang mempunyai hubungan darah atau
perkawinan. Keluarga merupakan bagian dari masyarakat, dan keluarga itulah yang
akan mewarnai masyarakat. Jika seluruh keluarga sebagai bagian masyarakat itu
baik maka masyarakat akan menjadi baik pula, begitupun sebaliknya.
Hubungan orang tua dan anak, suami dan isteri hendaklah tetap
terjaga serasi. Kewajiban dan hak dari masing-masing anggota keluarga harus
diberikan seadil adilnya.Berikut ini bebrapa macam akhlak terhadap keluarga:
1)
Berbuat baik
kepada kedua orang tua dan kerabat dekat. Dalam surat Al-Isra ayat 23-24 disebutkan
bahwa kita harus berbuat baik kepada orang tua, diantaranya dengan mendo’akan
mereka.
2)
Menghormati hak
hidup anak. Oleh karena itu orang tua wajib mengupayakan agar anak-anak hidup
jasmani dan mencerdaskan pikirannya serta mengasah spiritualnya.
3)
Membiasakan
musyawarah.
4)
Bergaul dengan
baik.
5)
Menyantuni
saudara yang kurang mampu.(Mahasri, 2009: 121-123).
c.
Akhlak kepada
Masyarakat
Keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat yang dapat
dijadikan anak tangga pertama untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik didunia
mauun diakhirat. Sebuah keluarga jika dikelola dengan baik berdasarkan tuntunan
syar’I, akan menempatkan anggota keluarga tersebut pada posisi terhormat dalam
masyarakat, serta dapat mendatangkan ketentraman dan kedamaian bagi seluruh
anggota keluarga.
Masing-masing rumah tangga sudah pasti memiliki tetangga, baik
dekat maupun jauh. Untuk melengkapi perasaan akinah bagi para penghuni sebuah
keluarga, maka masing-masing anggota keluarga dituntut untuk berusaha
menciptakan suasana harmonis, rukun dan sikap saling menghargai, saling
menghormati dan saling membantu. Urgensi kerukunan hidup bertetangga ini
diisyaratkan oleh Rasulullah saw melalui sabdanya yang artinya:
“ Barang siapa yang beriman kepada Allah swt dan hari kiamat, maka
hendaklah ia selalu memuliakan tetangganya”. (HR. Bukhari dan Muslim). (Sidik Tono, 1998: 107).
d.
Akhlak terhadap
Alam/Lingkungan
Alam yang dimaksud disini adalah alam semesta yang mengitari
kehidupan manusia, yang mencakup tumbuh-tumbuhan, hewan, udara, sungai, laut,
dan sebagainya. Kehidupan manusia memerlukan lingkungan yang bersih, tertib,
sehat, dan seimbang. Oleh karena itu, akhlak terhadap lingkungan, terutama
memanfaatkan potensi alam untuk kepentingan hidup manusia.
Namun harus diingat bahwa potensi alam terbatas sedangkan umur
manusia lebih panjang. Jadi pelestarian dan pengembangan potensi alam harus
diupayakan sepanjang ungkin. Manusia tidak boleh boros terhadap pemanfaatan ala
mini, karena dapat mengakibatkan kerusakan alam itu sendiri. Disamping itu menjaga
lingkungan merupakan kewajiban. (Mahasri, 2009: 126). Sebagaimana Al-Qur’an
memberi petunjuk:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.(Ar-Rum
ayat 41).
Disinilah pentingnya kita berakhlak terhadap alam dengan
mengembangkan iman yang berwawasan lingkungan. Maksudnya adalah kesadaran bahwa
menjaga kebersihan lingkungan merupakan bagian dari cirri utama orang beriman.
Membuang sampah pada tempat yang telah disediakan sebagai bagian dari perintah
Tuhan dan menjaga kelestarian lingkungan berupa memelihara hutan merupakan
perbuatan yang diserukan dalam Kitab Suci.
D.
Petunjuk
Al-Qur’an dan Hadist tentang Akhlak
1.
Petunjuk
Al-Qur’an tentang akhlak
a.
Qur’an Surat Luqman
ayat 14-19 yang berbunyi:
Artinya: “dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (14), dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan (15), (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada
(sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui (16), Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya
yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) (17), dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (18), dan sederhanalah kamu
dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah
suara keledai (19).
b.
Qur’an Surat
Al-Qolam ayat 4
Artinya: “dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung”.
c.
Qur’an Surat
Al-A’raf ayat 85
Artinya: “dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah
Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu
orang-orang yang beriman".
2.
Petunjuk Hadits
tentang akhlak
a.
اَنَّ
رَسُوْلَ ا للهِ صَلَى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُعِثْت لِأُتَمِّمَ حُسْنَ
الأَخْلَاق مَوْطأ ما لك ) –ج 5/ ص 1330)
b.
قَالَ
أَتَيْتُ عَايْشَة فَقُلْتُ يَا أَمَّ المُؤْمِنِيْنَ أخبرينى بخلق رسول الله –
صلى عليه وسلم – قالت كان خلقه القرآن مسند أحمد – (ج53/ ص 447)
Dalam
keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat
penting. Hal itu juga dapat dilihat dalam rincian berikut ini:
1. Rasulullah saw
menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia sebagai misi pokok risalah Islam.
Beliau bersabda:
اِنّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلَاقٌ
Artinya:
‘‘Sesungguhnya aku (Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlak’’(HR. Ahmad)
2.
Akhlak
merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam.
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah saw:
“Ya
Rasulullah, apakah agama itu? Beliau menjawab: (Agama adalah) Akhlak yang baik”
3. Akhlak yang
baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat. Rasulullah saw bersabda:
“Tidak
ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba
mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlak yang baik….”.(HR. Tirmidzi).
4. Rasulullah saw
menjadikan baik buruknya akhlak seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. Hal ini dapat dilihat dalam hadits yang artinya:
“Rasa malu dan iman itu sebenarnya berpadu menjadi satu, maka
bilamana lenyap salah satunya hilang pulalah yang lain”. (HR. Hakim dan
Tabrani).
5.
Islam menjadikan akhlak yang baik sebaik
bukti dan buah dari ibadah kepada Allah swt. Mislanya shalat, puasa, zakat
dan haji. Sebgaimana firman Allah swt dalam surat Al-Ankabut ayat 45:
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al
kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Al-Ankabut: 45).
6.
Nabi Muhammad
saw selalu berdo’a agar Allah swt membaikkan akhlak beliau. Salah satu do’a beliau adalah:
“(Ya
Allah) tunjukilah aku (jalan menuju) akhlak yang baik, karena sesungguhnya
tidak ada yang dapat member petunjuk (menuju jalan) yang lebih baik selain
Engkau. Hindarkanlah aku dari akhlak yang buruk, karena sesungguhnya tidak ada
yang dapat menghindarkan aku dari akhlak yang buruk kecuali Engkau”. (HR.
Muslim).
7.
Didalam
Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlak, baik berupa perintah untuk berakhlak yang baik maupun larangan
berakhlak yang buruk.(Yunahar Ilyas, 2000: 6-11).
Dari
rincian yang telah diungkapkan diatas, bisa disimpulkan bahwa pendidikan akhlak
yang seringkali dijalankan dalam kehidupan sehari-hari, harus sesuai dengan
Al-Qur’an dan Sunnah. Al-Qur’an menjadi sumber nilai-nilai dari akhlak mulia
tidak bersifat teoritikal semata-mata, tetapi secara praktikal berdasarkan
realitas dalam sejarah manusia sepanjang zaman.
E.
Implementasi
Akhlak Mulia dalam Pendidikan dan Urgensinya
1.
Implementasi
Akhlak Mulia dalam Pendidikan
Pendidikan akhlak tidak dapat difahami sebatas hanya pada
pengajaran ilmu akhlak. Karena itu keberhasilan pendidikan akhlak tidak cukup
diukur hanya dari segi seberapa jauh dalam menguasai hal-hal yang bersifat
kognitif, atau sekedar pengetahuan tentang ilmu atau ajaran akhlak semata.
Justru yang lebih penting adalah bagaimana nilai-nilai tersebut dapat terwujud
dalam tingkah laku dan budi pekertinya sehari-hari.
Dalam hal ini latihan dan katauladanan sangat diperlukan, baik itu
keteladanan nabi, para orang shaleh, guru dan orang tua sekalipun. Guru dan
orang tua harus dapat menjadi panutan karena anak berhadapan langsung, maka
keteladanan menjadi sangat penting. Untuk membiasakan anak berakhlak yang baik,
diperlukan latihan sejak dari kecil, sampai tua sekalipun perlu berlatih
membiasakan diri berlaku yang baik dan terbaik.(Barmawi Umary, 1988: 25).
Untuk melatih kepekaan hati dalam pendidikan akhlak sekiranya
sangat perlu dipertimbangan oleh pendidik dan orang tua untuk ditanamkan kepada
anak dan keturunannya, yang dapat menumbuhkan kecerdasan spiritual dan
emosionalnya, antara lain:
a.
Silaturahmi,
yaitu pertalian rasa cinta kasih kepada sesame manusia
b.
Ukhuwah, yaitu
semangat persaudaraan lebih-lebih terhadap sesama orang beriman.
c.
Persamaan,yaitu
bahwa semua manusia sama tanpa memandang jenis kelamin dan kebangsaan atau
keturunan dalam harkat martabatnya
d.
Adil yaitu
pandangan yang seimbang dan bijak dalam menghadapi masalah.
e.
Rendah hati,
yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik
Allah swt.
f. Sabar, yaitu
sikap mengekang dari dalam untuk berbuat yang menjurus kepada hal yang tidak
berguna. (Sudarno Shobron, 2007: 103).
Masih banyak lagi sikap yang harus diajarkan kepada anak didik.
Yang paling penting adalah pendidikan akhlak harus diajarkan kepada anak didik
muslim sebagai dimensi kedalaman agama terutama kecerdasan spiritual dan
emosional pada anak, karena itu merupakan bentuk lahiriah dalam beragama.
2.
Urgensi Akhlak
Mulia dalam Pendidikan
Akhlak mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan manusia, baik
secara individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena jatuh bangun,
hancurnya, sejahtera dan rusaknya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana
akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, akan sejahtera lahir batinnya, akan tetapi
jika akhlaknya buruk maka rusak pula lahir batinnya (Sudarno Shobron, 2007:
101).
Begitu sangat pentingnya akhlak dalam Islam, sehingga dijadikan
oleh Allah swt sebagai tolok ukur keimanan seseorang. Kesempurnaan iman
seseorang dapat dilihat dari kebaikan akhlaknya. Sebagaimana dikemukakan oleh
Rasulullah saw:
اَكْمَلُ
اْلمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَا نًا آَحْسَنُهُمْ خُلُقًا.(رواه الترمذى)
Artinya: “
Sesempurna Iman orang yang mukmin adalah orang yang paling baik akhlaknya”.
(HR. Turmudzi)
Dalam
kaitannya dengan evaluasi pendidikan, Islam telah menggariskan tolak ukur yang
serasi dengan tujuan pendidikan. Baik tujuan jangka pendek, yaitu membimbing
manusia agar hidup selamat didunia maupun tujuan jangka panjang untuk
kesejahteraan hidup akhirat nanti. Kedua tujuan tersebut menyatu dalam sikap
dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak yang mulia terlihat
dalam penampilan sikap pengabdiannya kepada Allah SWT dan kepada lingkungannya
bauk kepada sesama manusia, maupun terhadap kepada alam sekitarnya. Oleh karena
itu dalam pendidikan islam evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap
(aspek efektif) ketimbang pengetahuan (aspek kognitif).
Akhlak
yang diharapkan dapat dibentuk melalui pendidikan islam, nilai-nilai akhlak
sebagai bagian yang seharusnya dijadikan landasan bagian sistem pendidikan
islam, hingga dalam pelaksanaan seseorang muslim maupun menempatkan dirinya
sebagai khalifah Allah dimuka bumi dan untuk memakmurkan kehidupan di bumi dan
menghindarkan segala bentuk perbuatan yang mengarah kepada kerusakan. (Zuhairini,
2008: 60-80).
BAB
III
KESIMPULAN
Akhlak
adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup
segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik
maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
Akhlak merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah
seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah
SAW.
Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. moral adalah penetuan baik buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk
menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai
dinyatakan benar, salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak
patut.
Ketiga hal tersebut (etika, moral dan akhlak)
merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang
manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.”
(HR.Bukhari dan Muslim).
Didalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dengan
pendidikan akhlak, sebgaimana yang telah dipaparkan diatas bahwa macam-macam
akhlak diantaranya akhlak terhadap Allah swt, akhlak terhadap keluarga, akhlak
terhadap masyarakat, akhlak terhadap diri sendiri terutamanya.
Pendidikan akhlak yang diharapkan dapat menjadikan individu
dan anak didik senantiasa tertanam didalamkehidupan sehari-hari mereka, dan
secara otomatis dapat diaplikasikan disetiap kegiatan yang berlangsung.
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Ahmad. (1975). Etika Ilmu Akhlak (terj) Farid Ma’ruf.
Jakarta: Bulan Bintang.
Asmara. (1992). Pengantar studi akhlak. Jakarta: Rajawali
Pers.
Azra, Azzumardi dkk. (2002). Buku Teks Pendidikan Agama Islam
pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta : Direktur Perguruan Tinggi Agama
Islam.
Bahresi, Hussein. (2001). Hadits Shahih Bukhari Muslim.
Surabaya: Karya Utama
Darsono,
T. Ibrahim. (2008) Membangun Akidah dan Akhlak. Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri,.
Departemen
Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemahan. Bandung: Syaamil Cipta Media.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2003) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Faqih, Aunur Rohim dkk. (1998). Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta: UII Press.
Ilyas, Yunahar. (2000). Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Latif, Zaki Mubarok dkk. (2006). Akidah Islam. Yogyakarta: UII Press.
M. Quraisy Shihab. (2002). Tafsir Al-Misbah, Pesan Kesan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Nata, Abuddin. (1997)Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Nurdin, Muslim. (1995). Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta.
Shobron, Sudarno. (2007). Esensi Ajaran Islam. Surakarta: LPID UMS.
Shobahiya, Mahasri. (2009). Studi Islam 1. Surakarta: LPID UMS.
Tono, Sidik. (1998). Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta: UII Press.
Umary, Barmawi. (1988). Materi Akhlak. Solo: CV Ramadhani.
Zuhairini, dkk. (2008). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2003) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Faqih, Aunur Rohim dkk. (1998). Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta: UII Press.
Ilyas, Yunahar. (2000). Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Latif, Zaki Mubarok dkk. (2006). Akidah Islam. Yogyakarta: UII Press.
M. Quraisy Shihab. (2002). Tafsir Al-Misbah, Pesan Kesan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Nata, Abuddin. (1997)Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Nurdin, Muslim. (1995). Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta.
Shobron, Sudarno. (2007). Esensi Ajaran Islam. Surakarta: LPID UMS.
Shobahiya, Mahasri. (2009). Studi Islam 1. Surakarta: LPID UMS.
Tono, Sidik. (1998). Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta: UII Press.
Umary, Barmawi. (1988). Materi Akhlak. Solo: CV Ramadhani.
Zuhairini, dkk. (2008). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Komentar
Posting Komentar